Ipar Apakah Termasuk Mahram?
Apakah seorang wanita harus berhijab di depan kakak iparnya? Maksud saya, suami kakaknya.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Terdapat hadis dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR. Bukhari 5232 dan Muslim 2172).
Makna kata al-Hamwu (Ipar)
Makna kat ipar (al-Hamwu) seperti yang disebutkan dalam hadis adalah kerabat suami, selain ayah atau anaknya. Karena ayah dan anak suami (jika menikah dengan duda) adalah mahram bagi istri. Sementara saudara suami, keponakan suami, paman suami, dst. mereka bukan mahram bagi istri.
An-Nawawi mengatakan,
المراد بالحمو هنا أقارب الزوج غير آبائه وأبنائه، فأما الآباء والأبناء فمحارم لزوجته تجوز لهم الخلوة بها ولا يوصفون بالموت، وإنما المراد الأخ وابن الأخ والعم وابنه ونحوهم ممن ليس بمحرم
Yang dimaksud al-Hamwu adalah kerabat suami, selain ayah dan anaknya. Karena ayah dan anaknya suami adalah mahram bagi istri. Boleh berduaan dengannya, dan tidak disebut sumber maut (kehancuran). Namun yang dimaksud dalam hadis adalah saudara suami, keponakan suami, paman suami, sepupu suami atau yang lainnya, yang bukan mahram baginya.
Kemudian, an-Nawawi mengatakan,
وعادة الناس المساهلة فيه، ويخلو بامرأة أخيه فهذا هو الموت، وهو أولى بالمنع من الأجنبي لما ذكرناه
Dan kebiasaan orang menganggap biasa masalah ini. Ada orang yang berduaan dengan istri saudaranya. Inilah kebinasaan (al-Maut). Sehingga mereka lebih layak untuk dicegah agar tidak terjadi khalwah, dari pada orang lain. (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 14/154).
Berdasarkan keterangan an-Nawawi, berduaan dengan saudara ipar lawan jenis lebih layak dilarang, agar orang tidak menganggapnya sebagai hal biasa. Sehingga tidak ada yang curiga. Padahal itu bisa berpotensi besar untuk menggiring orang ke ranah maksiat. Karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya maut, agar dihindari sejauh mungkin, sebagaimana orang menghindari kematian dan kebinasaan.
Berdasarkan hadis dan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan bahwa ipar BUKAN mahram.
Karena bukan mahram, maka semua adab harus ketika berinteraksi dengan non-mahram perlu diperhatikan. Seperti tidak boleh berduaan, harus menjaga hijab, dst.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad 114 dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/32089-saudara-ipar-bukan-mahram.html